Langsung ke konten utama

Pre Wedding--PERGI




Kaki seorang wanita yang kemarin malam baru saja menginjak usia 27 tahun melangkah masuk ke aula pernikahan yang sudah ditata sedemikian mewah, penuh dengan mawar putih dan sedikit bunga krisan di beberapa sudut dekorasi. Suasana di aula masih cukup sepi. Hanya beberapa petugas keamaanan dan petugas wedding organizer yang tampak. Mempersiapkan diri menyambut tamu undangan yang diperkirakan hingga ribuan.

Wajar jika aula yang beberapa jam kedepan akan menjadi saksi bisu sebuah janji suci dua mahluk Tuhan yang disebut-sebut sudah sangat saling mencintai meskipun hanya berkenalan tujuh setengah bulan, masih sepi. Jam dinding yang terpasang di salah satu pojok ruangan yang hampir penuh dengan mawar itu menunjukkan pukul 5 pagi saat wanita yang baru saja selesai merayakan pesta ulang tahunnya bersama beberapa teman dekat dan keluarganya berjalan menyusuri jalan kecil yang dibuat diantara kursi-kursi tamu. Lalu dia duduk di kursi tempat nantinya kedua mempelai pengantin akan duduk sambil menyalami tamu-tamu.

Seorang petugas keamanan perlahan berjalan mendekati wanita yang sedikit berantakan dengan sanggul di rambut nya, namun masih dengan make up dan gaun layaknya akan ke pesta itu. Saat langkah sang penjaga resepsi itu sudah akan sampai ke lokasi wanita yang tampak menunduk diam itu duduk, seketika tangisan pecah dari wanita bergaun hitam itu. Sontak, seisi ruang aula melihat ke arah tangisan itu pecah. Sang petugas jaga berusaha menggeleng-gelengkan kepalanya sambil melihat ke semua wajah yang ada di dalam aula, mencoba meyakinkan teman-teman satu pekerjaannya kalau dia tidak atau lebih tepatnya belum melakukan apapun kepada wanita yang lantang memamerkan tangisannya yang makin lama makin terdengar seperti rengekan bocah.

Petugas yang ada dalam aula kebingungan hingga salah satu dari mereka mencetuskan ide untuk menghubungi si pemilik hajat. Tuan Rama.

***
          “Makasih ya mbak, udah ngubungin saya.” Ucap seorang lelaki pemilik hajatan kepada petugas keamaanan gedung resepsi. Si pemilik hajat itu Rama namanya.
Setelah mengucapkan terimakasih kepada petugas wedding organizer yang menghubunginya, Rama berlari kecil ke kursi tempat wanita bergaun hitam yang masih sesenggukan di kursi si calon pengantin. 
          “Kamu kenapa?” Tanya Rama kepada wanita yang tengah duduk di kursi pengantin, dan masih menunduk, sesekali membersihkan ingus yang hampir jatuh dari hidungnya. “Aku gak tau bahasa air mata. Kalau pengen aku ngerti mau mu apa, ngomong. Aku tau kamu gak punya malu, tapi please jangan malu-maluin orang lain.” Rama dingin berbicara kepada wanita yang langsung diam mendengar kalimat terakhir Rama.
          “Maaf kalau aku selalu malu-maluin kamu. Tapi kamu gak ngirimin aku undangaaaaaannnn.” Kembali tangis pecah dari wanita yang wajahnya sudah sembab dan make up di watanya mulai mencair, menghitam, menetes di pipinya.
          “Shit! Gak usah konyol deh. Kamu pagi-pagi buta gini ke tempat nikahan aku bukan hanya karena aku gak kirim undangan kan? Kalau sampek cuma karna itu, aku bakalan minta security buat anter kamu ke luar gedung.” Rama masih dingin. Nada suaranya mulai kehilangan kesabaran yang sedari tadi coba dilakukannya.
          “Emang undangan kamu mahal banget apa? Sampek aku gak dapet?” ucap wanita yang kini sudah mendongak dan menatap Rama.
          “Gila! Ini yang bikin aku gak tahan sama kamu. Kamu tu terlalu konyol! Hampir gila aku ngikutin ritme hidup mu!” ucap Rama dengan nada benar-benar marah. Dengan tangan kanannya, Rama menarik wanita yang sudah sangat acak acakan itu dari kursi mempelai pernikahan.
          “Kamu kenapa sih narik aku dari kursi?! Galak banget?! Gak akan rusak kok kursinya kalau aku dudukin. Calon manten kamu bakal marah ya kalau tahu aku dudukin kursi nya?! Mentang-mentang udah mau nikah apa?! aku juga bisa nikah! Dan punya kursi kayak gini. Bahkan lebih bagus. Pakek dekorasi yang beda sama dekorasi pilihan mantan ku!”
          “Oh! Well! Good! Go for it! Gak ada yang bakal nglarang kamu! Dan aku punya hak buat narik kamu dari kursi yang tujuh jam kedepan bakal didudukin sama calon istri ku. Aku takut nanti calon istri ku bakal ketularan gila kayak kamu!” Rama hampir melotot berbicara pada wanita yang sudah berdiri di hadapannya, dengan tangannya masih memegang erat lengan wanita itu.
          “Kamu kok bisa sejahat ini sih sama aku??!!!” teriak wanita yang sudah seperti gembel itu.
          “Udah deh, gak usah bikin drama. Di sini bukan hutan yang bisa nampung teriakan konyol mu itu. Udah cukup tujuh tahun aku nahan malu bareng kamu. Please biarin aku bahagia bareng orang yang bisa ngertiin aku. Orang yang bikin aku bangga.”
          “Aku malu-malu in gimana sih? Perasaan aku punya hidung, punya mata, gak cacat. Sehat walafiat.”
          “Mental mu yang cacat.”
Mereka saling terdiam. Hening diantara mereka. Mereka sama-sama kaget dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulut Rama.
          “Sorry Win. Aku gak mak—“ kalimat Rama terpotong dengan jambakan yang seketika melayang dari tangan wanita yang dipanggilnya Win. Wanita yang baru saja dikatai cacat mental oleh Rama. Seketika kalimat rumpang Rama berubah menjadi jeritan yang mengisi aula pernikahannya. “Stop Win!! Stop! Winaaaaa!”

Rambut Rama sudah lepas dari cengkraman tangan yang bernama Wina. Wanita yang selama tujuh tahun kebelakang adalah kekasih Rama.
          “Heh! Rama Aditya! Asal kamu tahu ya! Harusnya aku yang bilang gitu ke kamu! Kamu tu yang cacat mental! Kalau memang kamu waras, harusnya kamu jengukin aku pas aku operasi! Harusnya kamu nglayat ke rumah ku pas kakak ku ninggal! Harusnya kamu nengokin ponakan baru ku! Harusnya kamu nyemangatin aku waktu aku lagi ujian masuk kuliah! Harusnya kamu nyemangatin aku waktu aku ganggur cari-cari kerjaan. Harusnya kamu kasih pengertian ke aku waktu kamu gak bisa angkat telpon dari aku atau bales pesen ku. Harusnya kamu bilang kalau kamu gak percaya kalau aku bisa dapet beasiswa. Harusnya kamu bilang ke aku kalau kamu ragu aku bisa dandan. Harusnya kamu ketemu aku, dan bilang kalau kamu terlalu pengecut buat ada di deket ku waktu aku terpuruk. Gak ngilang dan bikin aku malu karna udah salah kenal kamu.”

Rama dan Wina saling menatap dalam hening. Perlahan senyum nampak di wajah Wina namun tidak muncul di wajah Rama. Perlahan, tangan Wina meraih rambut Rama. Dengan reflek Rama menjauhkan kepalanya dari jemari Wina. Rama pikir Wina akan menjambaknya kembali. Namun bukan jambakan yang Wina lakukan pada Rama. Perlahan Wina merapihkan rambut Rama yang sudah acak-acak kan karena ulah jemari kekarnya.
          “Makasih ya, udah jadi pengecut. Makasih udah gak kasih undangan ke aku. Karena kamu pengecut, aku harus jadi berani. Siang ini aku berangkat ke sana. Aku mau lanjutin belajar di sana. Makannya, pagi buta aku dateng ke sini. Happy wedding.” Ucap Wina dengan gelak tawa di akhir kalimat nya meski nada sembab sisa menangis masih terasa di ujung kalimatnya.

Wina mencubit pipi Rama yang masih diam berdiri di tempat nya.
Wina menepuk-nepuk bahu Rama sembari berjalan meninggalkan kursi penganten. Meninggalkan aula penuh mawar yang dulu menjadi dekorasi impiannya. Meninggalkan Rama yang dulu lelaki pujaannya.
Meninggalkan untuk membuat lelaki itu hidup dengan bahagia. Hidup dengan pilihannya yang membuat nya bangga.

RAMPUNG
--Tidak ada yang salah dengan mengungkapkan cinta. Yang salah adalah diam karena sudah tak cinta.    



x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEMAN LAMA

 Sendiri sudah biasa, tapi kesendirian luar biasa. Bisa membuat mati rasa.  Aku tengah memeluk guling di atas ranjang kamar ku dan fokus dengan tontonan di televisi saat sebuah panggilan dari nomor yang sudah lama tidak menghubungi ku. Sejenak aku diamkan panggilan itu. Memastikan jika panggilan itu bukan salah pencet atau semacamnya. Hampir 10 detik aku diamkan dan panggilan itu masih meminta untuk diangkat.      "Halo." jawab ku pelan.      "Hi! Apakabar?" ucap suara di seberang.     "Sehat. Ada yang bisa aku bantu?" tanya ku ragu.     "Yup. Aku butuh bantuan mu. Aku boleh ke rumah mu?"      "Aku lagi gak di rumah."     "Terus dimana?"     "Di Jogja."     "Kerja?"     "Yup."     "Ok. Besok aku ke Jogja ya nemuin kamu."     "Emang kamu lagi dimana sekarang?"     "Jakarta."     "Lah. Kamu mau ada kerjaan di Jogja?"     "Enggak. Aku ke Jogja mau ketemu k

10 CARA SKOR IELTS TINGGI

Berikut adalah beberapa tips untuk mempersiapkan diri menghadapi tes IELTS: 1. Pahami Format Tes Kenali empat bagian dalam tes: Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Pahami jenis pertanyaan dan durasi waktu untuk setiap bagian. Berlatihlah dengan materi resmi IELTS agar terbiasa dengan formatnya. 2. Tingkatkan Keterampilan Bahasa Inggris Listening: Latih pendengaran Anda dengan mendengarkan berbagai aksen bahasa Inggris (British, Australian, American). Dengarkan podcast, tonton film berbahasa Inggris, dan catat poin-poin penting. Reading: Baca berbagai teks dalam bahasa Inggris, seperti koran, artikel akademis, dan buku. Latih teknik skimming dan scanning untuk mencari informasi. Writing: Latih menulis esai, surat, dan laporan dalam batas waktu yang ditentukan. Fokus pada struktur, koherensi, dan penggunaan kosakata yang bervariasi. Speaking: Latih berbicara bahasa Inggris setiap hari. Rekam diri Anda untuk mengevaluasi pelafalan, kelancaran, dan ketepatan. Pertimbangkan un

100 VOCAB BUAT JAGO BAHASA INGGRIS

  Nouns (Kata Benda) Time (Waktu) Example: I don't have enough time. Saya tidak punya cukup waktu. Year (Tahun) Example: This year has been very challenging. Tahun ini sangat menantang. People (Orang-orang) Example: Many people attended the event. Banyak orang menghadiri acara tersebut. Way (Cara) Example: This is the best way to solve the problem. Ini adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Day (Hari) Example: I will see you the day after tomorrow. Saya akan menemui Anda lusa. Man (Pria) Example: The man over there is my uncle. Pria di sana adalah paman saya. Thing (Benda/hal) Example: What's that thing on the table? Apa benda itu di atas meja? Woman (Wanita) Example: The woman in red is a famous actress. Wanita berbaju merah itu adalah aktris terkenal. Life (Hidup) Example: Life is full of surprises. Hidup penuh dengan kejutan. Child (Anak) Example: The child is playing in the park. Anak itu bermain di taman. World (Dunia) Example: She wants to travel the