Langsung ke konten utama

Wanita Perlu Diyakinkan











Wanita Perlu Diyakinkan 

Getra tengah duduk di kursi warung kopi di pinggiran jalan kota. Beberapa kali dia melihat jam kulit di tangannya lalu menyeruput kembali es kopi ekspreso dalam cangkir ukuran sedang yang sudah tak penuh lagi. Sesekali dia melihat ke jalanan malam yang tampak dari balik dinding kaca cafe.
      “Malem minggu pasti rame. Pasti macet.” Ucap lirih Getra dengan ekpresi datar.
Setengah jam berlalu.Getra masih duduk di bangku yang sama dengan wajah yang lebih suram dari sebelumnya. Kini air mata sudah mulai menggenang di pelupuk matanya.
        “Jangan nangis. Jangan nangis Tra. Kamu gak bawa tisu.” Ucap Getra mencoba menguatkan dirinya.
Tak lama datang seorang lelaki mengenakan seragam dinas Rumah Sakit yang dibalut dengan jaket windbreaker merah tua. Lelaki itu menatap Getra yang berusaha menyembunyikan wajah nya.
    “Maaf ya, telat. Tadi ada pasien tambahan.” Ucap Fandi mencoba menjelaskan alasan keterlambatannya.
     “Kamu punya HP.” Jawab dingin Getra masih enggan milhat wajah Fandi, tunangannya.
        “Aku lupa. Maaf.”
        “Gak papa. Udah biasa. Aku mau pulang.” Dengan suara bergetar Getra beranjak dari kursi nya sambil menyambar crossbody bag merah tua yan tergeletak di meja.
Getra keluar dari cafe langsung berjalan ke arah halte bis tak jauh dari cafe. Dia mencoba berjalan secepat mungkin agar Fandi tahu jika dia marah. Meski Getra berjalan cepat, dia tetap ingin Fandi mengejarnya dan mencoba meyakinkannya kalau keterlambatannya itu tak disengaja dan kalau dia sudah benar-benar berusaha untuk segera sampai. Getra benar-benar dalam bius drama hidupnya. Dia lupa jika dia hidup di dunia nyata menjadi seorang calon istri dari seorang lelaki lajang, muda, berpenghasilan tetap hingga cukup menawan di kalangan para wanita.
Fandi tak mengejarnya. Tunanganya itu juga tak menelponnya. Getra sudah berada dalam bis pulang. Dia duduk di bangku penumpang paling belakang. Tempat paling pas untuk menangis dan sedikit sesenggukan. Dalam otaknya hanya ada satu niat.
          “Bu. Aku mau batal nikah.” Getra sudah berdiri di ruang tivi rumahnya.
Dengan lantang getra mengutarakan niat yang sudah dia rancang di pojok bis kepada ibu nya yang tengah menonton siaran konser dangdut di salah satu stasiun televisi swasta nasional.
          “Loh, kenapa nduk?” tanya Ayah Getra yang masih membaca koran pagi yang sudah kusut dimainkan adik lelaki Getra yang over aktif.
          “Ibu kok gak ngomong apa-apa toh?” dengan sedikit meninggikan suaranya, Getra komplain dengan ibunya yang tak menanggapi niatnya.
          “Lah, kan bapak udah tanya. Jawab dulu pertanyaan bapak mu.”
          “Dia jahat pak. Mas Fandi keterlaluan. Masak adek udah nunggu dia satu jam-an eeehhhh dia seenaknya dateng bilang maaf. Udah. Itu tokk!” dengan menggebu gebu Getra menceritakan kronologi kemarahan pada calon suami nya kepada Bapaknya yang memasang wajah serius penuh perhatian.
          “Lah, itu Fandi udah minta maaf toh. Ya sudah, maafin aja.” Ucap Ibu getra yang mulai menatap anak gadisnya yang kusut dari ujung rambut hingga ujung kakinya.
          “Emang Fandi gak jelasin kenapa dia terlamabat?” tanya ayah Getra lembut.
          “Jelasin. Tapi Cuma dikittt! Gak masuk! Gak mempan! Gak puas akuuu.” Masih dengan menggebu-gebu Getra meninggalkan ruang tivi masuk ke kamarnya. “Pokoknya nikahan ku batal! Titik! Aku udah gak mau sama mas Fandi!” Getra berkoar dari dalam kamarnya.
          “Appppaaa! Dia ganteng?! Perawat?! Soleh?! Baik?! Hish! Aku juka gitu. Terus kenapa harus aku yang ngalah?! Kenapa aku yang harus sabar?! Sinting! Sinting! Kenapa aku mau tunangan sama dia?! Sinting! Sinting!” dengan menghadap cermin persegi di kamarnya, Getra membersihkan make-up dari wajahnya dan bersungut, komat-kami mengumpat calon suaminya.
          “Kamu tu mau dapet ya nduk?” tanpa sepengetahuan Getra, ibunya sudah duduk di ranjang kamarnya.
          “Baru selesai kemaren.” Jawab Getra judes.
          “Kamu marah sama Fandi apa sam ibu toh? Kok ngomongnya judes gitu?”
          “Maaf bu. Aku tu jadi dini gara-gara dia. Dia tu udah kasih efek gak baik ke adek.”
          “Kamu udah coba telpon dia?”
          “Ogah. Amit-amit. Kenapa harus adek? Harusnya kan mas Fandi yang telpon, wong dia yang salah.”
          “Kamu yakin mau batalin nikahannya? Undangan udah dicetak loh.”
          “Iya. Gak papa. Mending putus sekarang bu daripada cerai. Nanti aku disamain sama bulek Marni yang jadi janda muda. Gak mau.”
          “Ya kalok bisa gak putus dan gak cerai nduk.”
          “Gak bisa Bu. Mas Fandi udah keterlaluan. Ini bukan Cuma sekali dua kali. Kejadian kayak gini tu udah seriiiiing banget. Kayak disengaja bu. Kayak direkayasa.”
          “Emang alasan Fandi yang sedikit itu kenapa?” tanya Ibu sabar.
          “Ada pasien tambahan.” Jawab Getra masih dengan nada galaknya.
          “Nah, tu. Alasan kerjaan toh. Ya coba kamu maklumin aja. Namanya kerjaan. Emang kamu mau dia gak dateng telat, tapi besoknya dia gak ada kerjaan? Dipecat.”
          “Gak mungkin lah bu kalok ijin sekali doang dipecat. Aku tu gak minta sering bu. Cuma sekali ini aku pengen mas Fandi berkorban dikit buat aku. Toh kemungkinan jeleknya kalok sampek dia ijin pulang dulu juga cuma ditegur sama dokternya terus besoknya kan mas Fandi bisa basa basi mikat hati dokternya buat baikin dia lagi. Kan, mas Fandi jago baik-baikkin orang tapi susah banget baik sama calon istrinya.” Jelas Getra dengan mimik kesalnya.
          “Kamu udah sholat Isha?” tanya Ibu Getra dengan beranjak dari ranjang Getra. “Sholat dulu sebelum tidur.” Ucap Ibu Getra dengan meninggalkan Getra di depan cerminnya.
Getra menghela nafas panjang setelah ibunya keluar dari kamarnya. Air matanya tak terbendung. Dia menangis sejadi-jadinya hingga terdengar dari luar kamarnya.

****
Tangis sesenggukan Getra masih terdengar dari luar kamarnya saat Ibunya mengetuk pintu kamar.
          “Ada Mas Fandi nduk.” Ibu Getra memberi tahu tentang kedatangan calon suami anak gadisnya dari balik pintu kamar.
          “Biaran bu. Biar nunggu.” Jawab Getra masih ketus.
Setelah itu tak ada jawaban balasan dari Ibunya. Getra mencoba mebersihkan air mata dari wajah sembab dan mata merahnya. Dia tengah perang pikiran antara akan menemui Fandi atau tidak menemuinya. Dia sedang berkonsentrasi menentukan nasib kisah cintanya.

***
Hampir satu jam Fandi duduk di ruang tamu bersama dengan ayah Getra. Fandi menjelaskan kisah uring-uringan anak gadis calon mertuanya yang langsung dipahami oleh calon mertuanya.
          “Ayah itu juga mau nya Getra ngerti Mas Fandi. Tapi Mas Fandi tahu sendiri kalau getra udah ada kepinginan susah dilarangnya.” Jelas Ayah Getra sesaat setelah mendengar penjelasan Fandi.
          “Maaf ya pak kalau jadi gini. Saya juga salah, gak kasih tau Getra kalau bakal dateng telat.” Fandi sedikit tertunduk lemas.
          “Mau teh apa kopi?” sejurus keheningan diantara Ayah Getra dan Fandi, muncul Getra dari dalam rumah, berdiri di ambang pintu dengan wajah datarnya.
          “Air putih aja.” Sedikit terkejut Fandi menyambut kedatangan calon istri nya yang sudah membawa segelas air putih ditangannya.
          “Baguslah. Ngerti kalok udah dibawain air putih. Jadi gak minta yang laen.” Ucap ketus Getra yang berjalan pelan menghampiri tempat duduk Ayahnya.
          “Lah, piye toh nduk, kalok udah bawa air putih kenapa harus nawarin yang lain?” tanya Ayah Getra heran dengan sikap anak gadisnya.
          “Biarin pak. Ini tu maknanya dalammmm.” Jelas Getra sembari meletakkan gelas air putih di depan Fandi.
          “Yo sudah. Ayah tinggal aja. Bisa pusing kelamaan disini.” Ayah getra meninggalkan Getra dan Fandi yang sama-sama saling menghindari.
          “Barusan sholat. Makannya lama.” Ucap Getra dingin.
          “Oh. Iya. Gak papa. Dibanding sama kamu nunggu, ini bukan apa-apa.” Jawab Fandi lembut.
          “Mau ngapain?” Getra masih garang.
          “Besok jadi ngukur baju?”
          “Gak tau.” Super jundes.
          “Besok aku rencanya mau ijin buat nememin kamu ngukur baju.”
Getra menatap Fandi yang juga menatap nya. Beberapa detik, hingga Getra mengalihkan pandangannya.
          “Aku mau minta maaf sebelumnya, tap—“ belum selesai Getra berbicara, Fandi sudah memotong nya.
          “Aku tahu kamu udah banyak berkorban buat hubungan kita. Hampir lima tahun kamu bertahan sama hubungan jarak jauh kita. Kamu juga bela-belain pindah kerja untuk bisa satu kota sama aku. Aku juga tahu kamu sering nahan kesel gara-gara kelakuan ku yang sering cuek akhir-akhir ini. Tapi aku dan keluarga ku udah sayang sama kamu dan keluarga mu. Emang kamu gak sayang lagi sama aku? Ibu ku?”
Getra diam. Mencoba memahami penjelasan Fandi yang sepertinya sedikit mengusik hatinya.
          “Aku seneng kamu sadar soal itu. Aku juga gak mau ngilang-ngilangin pengorbanan mu buat aku. Kamu berusaha setia. Padahal aku tahu kamu bisa dapet yang lebih baik dari aku. Lebih cantik. Lebih soleh. Leb—“ kalimat Getra diserobot Fandi.
          “Kenapa malah bahas ke sana sih?”
          “Kamu gak suka aku bahas ini?” Getra menatap tajam ke Fandi yang tak berniat memulai perang.
          “Ok. Terusin.’
          “Ok. Aku terusin. Aku tahu kamu bisa dapet yang lebih kaya dari aku.”
          “Kenapa bawa-bawa harta sih?”
          “Emang harus bawa apa? Bawa agama?”
          “Haish. Terusin.”
          “Aku tahu kamu bisa dapet yang lebih pinter dari aku.”
          “Tapi aku gak bisa dapet yang lebih sabar dari kamu.”
Getra diam. Dia tak tahu harus bagaimana mendengar kalimat Fandi.
          “Jadi besok aku jemput kamu jam 10 ya?” tanya Fandi santai. “Aku minta maaf karena tadi gak nganter kamu pulang. Aku juga kesel sama kamu yang gak mau ngerti kondisi aku. Aku kira waktu liet aku masih pakek seragam kamu bakal ngerti gimana aku berusaha sampek di sana cepet. Jadi aku tadi balik dulu ke rumah sakit. Ganti ngambil baju di loker. Malu dilietin di jalan.”
Getra terkekeh mendengar penjelasan Fandi. Melihat Getra terkekeh Fandi melempar bantal kursi di dekatnya tepat di wajah Getra.
          “Wah. Kekerasan dalam rumah tangga ini!” ucap Getra lantang diiringi gelak tawa Fandi.
          “Kalau sampai besok telat, aku—“ belum selesai Getra berbicara, Fandi sudah meneruskannya
          “Aku bakal kabarin kamu. OK?”
          “Ish! Licik.”
Mereka saling tersenyum. Entah perasaan apa yang ada di hati mereka. Seperti bunga-bunga yang bermekaran di celah kakik mereka, menyentuh kulit mereka dengan lembut dan membuat mereka bahagia.

Jika kau belum bertemu dengan jodoh mu, maka bersabarlah untuknya.
 Jika kau sudah bertemu jodoh mu, maka bersabarlah untuknya.


*****END****** 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEMAN LAMA

 Sendiri sudah biasa, tapi kesendirian luar biasa. Bisa membuat mati rasa.  Aku tengah memeluk guling di atas ranjang kamar ku dan fokus dengan tontonan di televisi saat sebuah panggilan dari nomor yang sudah lama tidak menghubungi ku. Sejenak aku diamkan panggilan itu. Memastikan jika panggilan itu bukan salah pencet atau semacamnya. Hampir 10 detik aku diamkan dan panggilan itu masih meminta untuk diangkat.      "Halo." jawab ku pelan.      "Hi! Apakabar?" ucap suara di seberang.     "Sehat. Ada yang bisa aku bantu?" tanya ku ragu.     "Yup. Aku butuh bantuan mu. Aku boleh ke rumah mu?"      "Aku lagi gak di rumah."     "Terus dimana?"     "Di Jogja."     "Kerja?"     "Yup."     "Ok. Besok aku ke Jogja ya nemuin kamu."     "Emang kamu lagi dimana sekarang?"     "Jakarta."     "Lah. Kamu mau ada kerjaan di Jogja?"     "Enggak. Aku ke Jogja mau ketemu k

10 CARA SKOR IELTS TINGGI

Berikut adalah beberapa tips untuk mempersiapkan diri menghadapi tes IELTS: 1. Pahami Format Tes Kenali empat bagian dalam tes: Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Pahami jenis pertanyaan dan durasi waktu untuk setiap bagian. Berlatihlah dengan materi resmi IELTS agar terbiasa dengan formatnya. 2. Tingkatkan Keterampilan Bahasa Inggris Listening: Latih pendengaran Anda dengan mendengarkan berbagai aksen bahasa Inggris (British, Australian, American). Dengarkan podcast, tonton film berbahasa Inggris, dan catat poin-poin penting. Reading: Baca berbagai teks dalam bahasa Inggris, seperti koran, artikel akademis, dan buku. Latih teknik skimming dan scanning untuk mencari informasi. Writing: Latih menulis esai, surat, dan laporan dalam batas waktu yang ditentukan. Fokus pada struktur, koherensi, dan penggunaan kosakata yang bervariasi. Speaking: Latih berbicara bahasa Inggris setiap hari. Rekam diri Anda untuk mengevaluasi pelafalan, kelancaran, dan ketepatan. Pertimbangkan un

100 VOCAB BUAT JAGO BAHASA INGGRIS

  Nouns (Kata Benda) Time (Waktu) Example: I don't have enough time. Saya tidak punya cukup waktu. Year (Tahun) Example: This year has been very challenging. Tahun ini sangat menantang. People (Orang-orang) Example: Many people attended the event. Banyak orang menghadiri acara tersebut. Way (Cara) Example: This is the best way to solve the problem. Ini adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Day (Hari) Example: I will see you the day after tomorrow. Saya akan menemui Anda lusa. Man (Pria) Example: The man over there is my uncle. Pria di sana adalah paman saya. Thing (Benda/hal) Example: What's that thing on the table? Apa benda itu di atas meja? Woman (Wanita) Example: The woman in red is a famous actress. Wanita berbaju merah itu adalah aktris terkenal. Life (Hidup) Example: Life is full of surprises. Hidup penuh dengan kejutan. Child (Anak) Example: The child is playing in the park. Anak itu bermain di taman. World (Dunia) Example: She wants to travel the